(Foto/ Kru Frekuensi)

Semarang, KABARFREKUENSI.COM- Problematika Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal dan tidak tepat sasaran menjadi keluhan Mahasiswa baru (Maba) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo. Sari Nurlita selaku Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (Sema-FST), mengungkapkan bahwasanya keluhan terbanyak dari Maba yaitu soal UKT.
Selama Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang berlangsung pada 19-22 Agustus 2019, Sema-F maupun Sema-U membuka stan pengaduan mahasiswa. Salah satunya soal UKT, untuk mengetahui data mahasiswa yang masuk, pihak Sema menyebar angket dan membuat google form (online). Diantaranya berisi data identitas diri, kondisi keluarga, penghasilan, kekayaan orangtua, dsb. FST sendiri sudah membuka stan sejak Pra-PBAK di kampus II.
Hingga saat ini, data yang masuk sudah mencapai 418 tanggapan dari Maba. Baik melalui angket maupun google form. Sari menuturkan bahwa angka tersebut masih sementara, sebab masih dalam proses pengolahan data.
“Hingga saat ini, data yang masuk 418-an, masih kurang 100-an lebih”, jelas Sari saat diwawancara melalui WhatsApp pada Selasa, (27/8) pukul 08.09 WIB.
Sari pun mengungkapkan bahwa ia mendapati aduan yang tidak wajar, yaitu terdapat beberapa Maba yang tidak menginput data diri namun mereka mendapat UKT dengan nominal cukup tinggi. Pengaduan dari Maba tersebut dirasa tidak sesuai dengan kondisi keluarganya. Sari memperkirakan bahwa kemungkinan Maba mendapat UKT sekian dikarenakan tidak menginput data diri. Penentuan UKT sendiri berdasarkan input data diri, kondisi keluarga meliputi rekening listrik; penghasilan orangtua; rekening listrik; kekayaan yang dimiliki, dsb.
Sejauh ini, Pihak Sema masih dalam proses pengolahan data. Salah satu anggota S  ema-F, Atun mengungkapkan bahwa UKT tertinggi di FST sebesar Rp6.202.000,00 yang diterima Maba dari Jurusan Pendidikan Biologi. Sedangkan rumor UKT tertinggi sebesar Rp7 juta belum teridentifikasi identitasnya oleh Sema-F khususnya di FST.
Pihak Sema pun tidak mengetahui secara pasti standar penentuan nominal UKT berdasarkan apa. Pasalnya, terkait penentuan UKT dibicarakan di internal birokrasi. Sari menegaskan bahwa ia tidak bisa menuntut besaran UKT yang diberlakukan kepada mahasiswa karena standarisasinya adalah birokrasi.
Menanggapi segala pengaduan dari mahasiswa terkait UKT, Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) berusaha meminta banding kepada birokrasi kampus. Pengajuan banding tersebut guna membantu mahasiswa yang mendapat UKT tinggi namun tidak sesuai dengan kondisi keluarga maupun hal lain yang dapat menjadi pertimbangan pihak birokrasi.
“Terkait banding kita lihat dinamika soal UKT bagaimana dahulu, sekarang sedang pengumpulan data. Kalau banyak ketidaksesuaian antara kemampuan ekonomi dengan golongan UKT yang didapat, dan ada problem yang terjadi, mungkin disegerakan untuk kami mintakan banding kepada birokrasi kampus. Birokrasi yang mengadakan, SEMA membantu mengusahakan dan mengawalnya”, jelas Aghisna Bidikrikal Hasan selaku Ketua Sema-U, saat diwawancara melalui WhatsApp pada Jumat, (23/8) pukul 14.08 WIB. (Kabar/ Elly)