Foto: Kabar/ Maria |
Semarang,
KABARFREKUENSI.com – Kenaikan denda keterlambatan peminjaman
buku di Perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) serta Fakultas Illmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang, resmi diberlakukan sejak
satu April kemarin. Denda yang naik
menjadi Rp 1000,-/buku dari awalnya Rp 500,-/buku tersebut disebabkan oleh
turunnya SK Rektor Nomor 9 tahun 2017 yang menyatakan adanya kenaikan denda
keterlambatan peminjaman buku sejak Januari lalu.
Sebelumnya, pemberlakuan keputusan rektor tersebut telah
dilaksanakan oleh Perpustakaan Pusat UIN Walisongo sejak satu Maret lalu.
Menurut Miswan, kepala Perpustakaan Pusat UIN Walisongo, wacana kenaikan denda sebenarnya
akan diberlakukan mulai 20 Februari lalu. Namun, mengingat masih dalam suasana
libur kuliah dan belum ada sosialisasi kepada mahasiswa, kebijakan tersebut
diundur hingga mahasiswa masuk kuliah.
Kenaikan denda yang terjadi dimaksudkan agar mahasiswa
tertib dalam mengembalikan buku. Menurut Miswan, buku di perpustakaan jumlahnya
terbatas, sedang mahasiswa banyak yang menggunakan secara bersamaan. Sehingga,
apabila mahasiswa tidak tertib mengembalikan buku, banyak mahasiswa yang
dirugikan.
Sedang, menurut Fahrur Rozy, kepala perpustakaan FST dan
FITK, pihaknya tidak dapat langsung mengikuti jejak perpus pusat untuk menaikkan
denda. Pasalnya, ia masih ragu untuk melaksanakan kebijakan tersebut karena
menunggu kebijakan lanjut dari rektor terkait peningkatan pelayanan perpus
bersamaan dengan kenaikan denda. “Apabila ada kenaikan denda seharusnya
terdapat pula peningkatan pelayanan yang
diberikan perpustakaan terhadap peminjam,” ujar Rozy.
Pernyataan Fahrur Rozy tersebut diamini pula oleh Aida,
mahasiswi semester empat Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Menurutnya, adanya
kenaikan denda harus dibarengi pula dengan pelayanannya misalnya adanya
perpanjangan waktu peminjaman buku, yang awalnya hanya satu minggu menjadi dua
minggu.
Fahrur Rozy sebelumnya pernah memberikan saran ketika
rapat dengan seluruh dewan perpustakaan untuk melakukan perpanjangan waktu
pinjam sebagai solusi agar mahasiswa tidak melampaui batas pinjamnya. Namun,
dari perpus pusat menolak dan tetap mempertahankan bahwa denda akan berjalan
setelah satu minggu meminjam, dengan dalih agar mahasiswa lebih disiplin.
Meski begitu, pihak perpus fakultas FST dan FITK tetap
memberlakukan waktu pinjam selama dua minggu, yang telah dilakukan sejak dua
tahun lalu. ”Mahasiswa belum tentu dapat mengkhatamkan satu buku dalam
seminggu, sehingga perlu adanya tambahan waktu pinjam,” ungkap Rozy.
Selain kebijakan perpanjangan waktu pinjam yang telah
dilakukan perpus fakultas, Fahrur Rozy juga berharap jam buka di perpustakaan
juga diperpanjang. Hal tersebut dicontohkannya dari Universitas Negeri
Yogyakarta yang buka setiap hari, dan pada hari Senin hingga Jumat, buka hingga
pukul 19.00 WIB. “Mahasiswa tidak akan punya waktu untuk ke perpus karena harus
kuliah. Apabila perpus hanya buka pada hari aktif kuliah dan jamnya terbatas hanya sampai jam 15.00,” tukasnya.
Adanya desakan dari pihak dekanat membuat perpus fakultas
akhirnya melaksanakan kebijakan sesuai SK rektor yang telah ditentukan. Hal itu
pun baru bisa dilaksanakan pada satu April kemarin, mengingat pihaknya perlu
melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada mahasiswa.
Ketidaksamaan kebijakan antara perpus pusat dan fakultas
dikarenakan tidak seluruhnya kebijakan diatur bersama antara keduanya. Secara
manajerial, perpustakaan fakultas tetap berada di bawah pembinaan perpustakaan
pusat. Misalnya dalam manajemen kepustakaan, terdapat koordinasi antara
keduanya. Namun, dalam bidang teknis, seperti halnya teknis pemberlakuan denda,
setiap perpustakaan memiliki kebijakan masing-masing. “Antara perpus pusat
dengan perpus fakultas hanya melakukan koordinasi pada hal manajemen
kepustakaan, sedang secara teknis tidak semua kebijakan ada kesamaan antara
pusat dan fakultas,” jelas Miswan. (Kabar/
Esther)
Lebih Dekat