Semarang, KABARFREKUENSI.COM - Good News from  Indonesia (GNFI) berkolaborasi dengan Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) melaksanakan Diskusi Hasil Survei Indeks Optimisme Indonesia 2021 melalui Zoom meeting, Jumat (13/8). Sebelumnya, survei tersebut telah dilakukan di lima belas kota besar di Indonesia seperti, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Banjarmasin, Denpasar, Surakarta, dan Yogyakarta. Survei dilaksanakan pada tanggal 8 hingga 5 Juli 2021 melalui wawancara dengan komunikasi secara jarak jauh. Beberapa sektor yang menjadi perhatian dalam survei adalah, (1) Pendidikan dan Kebudayaan; (2) Kebutuhan Dasar; (3) Ekonomi dan Kesehatan; (4) Kehidupan Sosial serta Politik dan Hukum.

Melalui diskusi disampaikan hasil survei menunjukkan Politik dan Hukum adalah sektor yang memiliki presentase paling rendah yaitu 28,1%. Sedangkan, sektor yang paling tinggi adalah Pendidikan dan Kebudayaan dengan presentase 83,9%. Optimisme yang rendah juga dipengaruhi oleh tingginya praktik korupsi di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang dinilai menyulitkan dan tidak tegas juga menjadi persoalan tambahan terhadap sektor hukum dan politik.

“Hanya 3 dari 10 generasi muda yang memiliki optimis bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, baik, dan transparan di masa depan,” jelas Kunto Adi Wibowo, Direktur Eksekutif KedaiKOPI.

Diskusi hasil survei ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh yang memiliki konsentrasi dibidang pendidikan, sosial dan ekonomi, seperti Najeela Shihab, Roby Muhammad, dan Ahmad Erani Yustika. Melalui Zoom meeting, Roby menyikapi bahwa tantangan yang muncul bagi generasi muda adalah keragaman dalam berpendapat. Bukan hanya karena agama, suku, ras, dan budaya, namun kebiasaan sehari-hari juga menjadi pengaruh generasi muda dalam penyampaian pendapat.

“Keberagaman juga dipengaruhi oleh preference dalam makanan dan pakain sehingga hal itu dapat mengurangi kebebasan berpendapat,” pungkas Roby, pakar Sosiolog dan Akdemisi.

Menurut Najeela optimisme yang muncul dari generasi muda ini berasal dari kejadian masa lampau sehingga hasil survei belum memiliki kesesuaian yang akurat. Beberapa hal yang mempengaruhi adalah belum adanya riset dan mindset yang kritis dari subjek. Maka perlu adanya dampingan dari pihak eksternal seperti orang tua, guru, keluarga terdekat agar generasi muda mampu dalam menghadapi krisis yang terjadi.

“Anak muda banyak atochy dengan masa lalu, dan juga tidak ada riset dan mindset kritis, jadi harus berhati-hati dalam membaca survei,” jelas Najeela Shihab, Pendidik dan Akademisi.

Hukum dan Politik memiliki tingkat optimisme yang rendah karena kredibilitas pemerintah yang masih kurang. Perlu adanya kebijakan dari pemerintahan yang bertujuan untuk perbaikan kondisi krisis yang terjadi. Pun, kondisi pandemi yang terjadi memberikan beberapa dampak seperti munculnya banyak ketidakpercayaan generasi muda terhadap otoritas. Karena maraknya permasalahan pendidikan, ekonomi serta hukum dan politik dalam kondisi lingkungan yang krisis. Menurut Erani, generasi muda cenderung memiliki ketertarikan pada perubahan dan tantangan, tidak hanya hidup dalam keadaan yang statis.

“Maka ini adalah sebuah peluit nyaring agar pemerintahan dapat melakukan perbaikan kebijakan. Yang pada ujungnya juga sesuai dengan kebutuhan warga Indoensia,” tambah Erani, pakar ekonomi dan guru besar Universitas Brawijaya. (Kabar/May)