(Ilustrasi: Freepik.com)

Aku Suparja. Panggil saja Jaja. Namun, orang-orang selalu memanggilku dengan sebutan "Cungkring". Mungkin karena Aku tinggi dan kurus sehingga mereka memanggilku seperti itu. Entahlah, manusia di bumi memang aneh. Aku hidup di Desa Sumber Waras. Seorang diri. Ya, Aku memang hidup sendiri sejak 5 tahun lalu. Ditinggal Bapak dan Ibu membuatku harus mandiri. Ah, tepatnya dipaksa untuk mandiri karena keadaan. Hidup tanpa mereka membuatku harus putar otak agar bisa melangsungkan hidup. Menjadi seorang Petani adalah jalan ninjaku.

Hari-hariku sebagai seorang Petani, sangatlah menyenangkan. Setiap pagi Aku selalu pergi ke sawah untuk menanam padi, membajak sawah, ataupun memanen padi. Bukan sawahku, bukan. Itu milik tetanggaku. Masa iya orang sepertiku memiliki sawah. Aku kan orang tak punya. Orang tuaku tidak meninggalkan harta sepeserpun untukku. Bahkan, untuk tinggalpun dulu Kami hanya di gubuk dekat sawah. Tidak apa-apa. Aku percaya suatu saat nanti Aku akan menjadi seorang Petani yang sukses.

Pagi- pagi sekali Aku pergi ke sawah, tetapi sebelum sampai di sawah aku mendengar suara orang minta tolong.

"Tolong, tolong, tolong Saya. Siapapun tolong Saya," ujar seseorang entah siapa.

"Seperti ada suara yang minta tolong, tapi di mana ya?" gumamku dalam hati.

Setelah beberapa menit Aku mencari sumber suara itu, ternyata Aku menemukan seorang Bapak yang terbaring lemah di semak-semak dengan beberapa luka bacokan ditubuh.

"Ya ampun, Pak. Bapak kenapa?"

"Saya adalah korban begal semalam, Mas. Motor Saya diambil paksa okeh kawanan begal dan Saya sudah mencoba untuk melawan, tetapi malah Saya yang dihajar habis-habisan sampai seperti ini, Mas".

"Saya turut prihatin ya, Pak. Kalo begitu mari Saya bantu ke puskesmas supaya Bapak bisa segera diobati".

"Terimakasih sebelumnya, Mas".

Aku sangat kasihan dengan Bapak itu. Oleh karenanya, Aku mencoba untuk membantu beliau pergi ke puskesmas. Selain itu, ini adalah bentuk dari rasa empatiku terhadap sesama manusia. Karena masih sangat pagi, Aku tidak menemukan orang satupun untuk membantuku membawa Bapak ini ke puskesmas. Akhirnya, Aku mengambil sepeda di gubukku karena tidak ada cara lain untuk membawa Bapak itu ke puskesmas. Sebenarnya, sepedaku sudah lumayan rusak sehingga sudah tidak aku gunakan sejak lama. Tidak ada rem, rantai yang selalu lepas, dan ban yang sudah kempes. Semoga saja nanti saat membawa beliau sepedanya masih bisa digunakan.

"Mohon maaf, Pak. Karena masih pagi jadi di sini belum ada orang. Saya izin mengambil sepeda saya di gubuk supaya bisa bawa Bapak ke puskesmas. Bapak tunggu dulu di sini ya sebentar. Gubuk Saya dekat kok dari sini. Sebentar ya, Pak," jelasku dan Aku bergegas pergi sebelum Bapak itu memberi jawaban.

"Iya, Mas. Hati-hati," jawab beliau yang masih terdengar olehku dari kejauhan.

Sampai di gubuk, Aku langsung mengambil sepedaku yang tergeletak dan tak terurus.

"Semoga masih bisa dipakai sampai puskesmas," setelah itu, Aku segera menghampiri Bapak tadi untuk membawanya ke puskesmas.

"Pak, kita ke puskesmasnya pakai sepeda saja ya, lagipula puskesmasnya dekat kok dari sini".

"Iya, Mas. Tidak apa-apa".

Aku bergegas membawa beliau ke puskesmas. Untungnya, sepedaku masih bisa digunakan. Setelah sampai di puskesmas, petugas langsung membawa beliau agar segera diperiksa.

"Mas, Mba. Tolong," teriakku.

"Kenapa, Mas?" ucap salah seorang laki-laki yang menjadi petugas di puskesmas tersebut.

"Ini, Mas ada korban begal. Tolong segera periksa Bapak ini, Mas".

"Baik, Mas. Saya bawa beliau ke ruang periksa. Mohon tunggu ya, Mas".

Sambil menunggu Bapak tadi diperiksa, Aku duduk di ruang tunggu puskesmas. Setelah kurang lebih 1 jam, dokter keluar dari ruang periksa.

"Ini Mas yang membawa Bapak korban begal tadi ke sini?" ucap seorang dokter laki-laki sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jas putihnya.

"Betul, dok".

"Dengan Mas siapa?" tanya dokter kepadaku.

"Saya Jaja, Dok. Bagaimana dengan keadaan Bapak tadi?" tanyaku dengan raut wajah yang cemas.

"Jadi begini, Mas. Meskipun keadaan Bapak tadi terlihat cukup parah, tetapi untungnya tidak ada luka yang begitu serius sehingga kami bisa segera memberikan penanganan. Hal ini salah satunya karena berkat Mas, karena sudah dengan segera membawa Bapak tadi ke puskesmas. Beliau sekarang sedang istirahat, kemungkinan sehari atau dua hari Bapak tadi bisa segera pulang disesuaikan dengan kondisi beliau juga". Jelas dokter dengan panjang lebar.

"Syukurlah kalo begitu, dok. Saya senang mendengarnya," ucapku dengan lega.

"Kalo begitu, Saya permisi dulu ya, Ma".

"Terimaksih, Dok".

Setelah dokter pergi, Aku segera menghampiri Bapak tadi ke ruangannya untuk melihat kodisinya saat ini.

"Permisi, Pak. Bagaimana kondisinya sekarang?".

"Sekarang sudah cukup baik. Terimakasih ya, Mas karena sudah bantu Saya tadi".

"Sama-sama, Pak. Sudah kewajiban Saya sebagai manusia untuk membantu sesama," ucapku dengan senyum lebar.

"Oh iya Mas, dari tadi kita belum kenalan. Saya Karman. Kalo boleh tahu nama Mas siapa, ya?

"Saya Suparja, panggil saja Jaja, Pak".

"Mas Jaja asli orang sini kah?".

"Iya, Pak Karman. Saya asli sini. Lahir, kecil, dan besar di sini".

"Rumahmu di mana, Mas?".

"Saya tinggal di gubuk, Pak. Kurang lebih 5 menit dari tempat Bapak tadi dibegal. Cukup mudah ditemukan Pak gubuk Saya itu karena memang tidak ada rumah lagi di sekitar gubuk Saya". Ujarku dengan senyum merekah. Oh iya, Pak. Apakah ada keluarga Bapak yang bisa dihubungi oleh pihak puskesmas agar bisa menjemput Bapak dari sini?" lanjutku.

"Ada, Mas. Nanti coba Saya berikan ke petugas di sini".

"Kalo begitu, Saya pamit ya Pak. Soalnya Saya harus lanjut kerja".

"Silakan, Mas. Terimakasih banyak ya, Mas karena sudah menolong Saya".

"Sama-sama. Saya permisi dulu, Pak".

Setelah dari puskesmas, Aku segera menuju ke sawah untuk bekerja karena sudah sangat siang. Bisa-bisa Aku kena marah nanti sama yang punya sawah.

Hari-hari berlalu setelah kejadian itu. Aku seperti biasa pergi ke sawah setiap pagi untuk bekerja. Pulang dari sawah sekitar sore hari, tiba-tiba di gubukku sudah ramai orang. Beberapa mobil mewah juga terparkir di sekitar gubukku. Setelah sampai di sana, ternyata ada ada Pak Karman dan beberapa laki-laki yang bertubuh tinggi nan gagah menggunakan pakaian rapih serba hitam. Mungkin bodyguard Pak Karman. Entahlah.

"Pak Karman. Ada apa datang ke sini?" tanyaku dengan bingung kepada Pak Karman

"Saya ke sini untuk bertemu dengan kamu, Jaja. Saya ingin memberimu sejumlah uang sebagai bentuk terimakasih kepada kamu yang sudah menolong Saya setelah dibegal," ucap Pak Karman sambil membawa sejumlah uang di dalam koper.

"Ya ampun, Pak. Tidak perlu. Saya ikhlas menolong, Bapak".

"Saya juga ikhlas memberimu ini. Terima, ya," ujar Pak Karman sambil menunjuk koper yang dibawanya dan kemudian memberikan kopernya di depanku.

"Terimakasih, Pak. Tapi, Saya merasa tidak pantas mendapatkan ini".

"Kamu layak Jaja mendapat ini semua. Kamu orang yang baik. Teruslah menjadi orang baik. Jangan berhenti sampai di sini, ya".

"Terimakasih banyak, Pak. Saya janji akan terus menjadi orang baik. Ucapku sambil menahan tangis.

"Saya pergi dulu ya, Ja. Semoga uang ini bermanfaat untuk kehidupanmu".

"Terimakasih, Pak. Hati-hati".

Kemudian Pak Karman dan Bodyguardnya pergi.

Beberapa lama kemudian datang Pak Lurah ke gubukku. Beliau menjelaskan bahwa Pak Karman itu adalah juragan di Kota. Dia adalah orang yang kaya raya. Dia berada di desa ini karena ingin melihat proyek yang sedang beliau tangani di sini. Mendengar penjelasan Pak Lurah, Aku sangat terkejut. Ternyata, pada saat beliau ingin pulang dari rumah Pak Lurah, Pak Karman malah mengalami pembegalan di tengah jalan. Sebelum ke rumahku, kata Pak Lurah Pak Karman sudah mengatakan kepada beliau mengenai niatnya yang ingin memberikanku sejumlah uang.

Setelah Pak Lurah pulang dari gubukku, Aku segera membuka uang yang ada di koper itu dan menghitungnya. Betap terkejutnya Aku ternyata yang ada di dalam koper itu sejumlah uang yang nominalnya sangat besar yaitu 1 M.

Akhirnya, mimpiku menjadi kenyataan. Sekarang, Aku sudah menjadi Petani yang sukses, bisa membeli rumah, mobil, sawah, ladang, tanah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun, terlepas dari itu semua ada sesuatu yang belum pernah terlintas dipikiranku. Hal besar yang sangat membuatku bahagia dari apa yang sudah Aku miliki sekarang. Aku telah menjadi orang yang bermanfaat karena sudah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga Desa Sumber Waras. Terimakasih Tuhan, karena Engkau mimpiku menjadi kenyataan.

Karya : Fahmadia Jillan Maulida