(Sumber : Dokumentasi pribadi


Semarang, KABARFREKUENSI.com - Dewan Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggandeng beberapa aliansi mahasiswa UIN Walisongo mengadakan aksi konsolidasi akbar bertajuk “Usut Tuntas Kebijakan Ma’had”. Bertempat di belakang Gedung PKM Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Selasa (8/8/2023).

Aksi tersebut, membahas beberapa permasalahan terkait keluarnya surat edaran NO. 1901/Un.10.0/DA.00.01/04/2023, yang mengharuskan seluruh Mahasiswa Baru 2023/2024 mengikuti Program Wajib Ma’had dengan biaya sebesar Rp 3.000.000,00, yang dibayarkan pada jadwal yang sudah tertera, sekaligus merupakan tindak lanjut dari keluhan Mahasiswa Baru yang mengikuti Program Wajib Ma’had tersebut.

Fuad Dzul Haq selaku moderator dalam aksi tersebut menyampaikan beberapa problematika dari hal tersebut. Salah satunya Kementrian Agama tidak menetapkan peraturan Program Wajib Ma’had kepada seluruh PTKIN terutama UIN Walisongo Semarang, melainkan hanya memberikan pedoman program ma’had yang berkiblat kepada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Kebijakan tersebut bersifat opsional dari masing-masing (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri)  PTKIN. Selain itu, beberapa permasalahan mengenai fasilitas, makanan, dan beberapa kebijakan yang tidak sesuai dari yang informasi yang telah disampaikan. 

Beberapa mahasiswa baru baik dari Program Ma’had Jamiah maupun program mitra pondok turut menyampaikan suara mereka dalam aksi tersebut.

“Pintu kamar mandi sudah bolong, tidak ada pengait pintunya, wifi tidak hidup sama sekali, mendapat lemari yang kecil, bantal sudah banyak ilerannya, kloset mampet, atap kamar tidur bocor, diberi makanan basi sudah lebih dari tiga kali, lift cuma dua untuk 1000 orang, dan banyak perlengkapan yang sudah tidak layak pakai," ucap RMW salah satu mahasiswi program Ma’had Jamiah Walisongo.

FJ juga turut menambahkan dalam kesempatan tersebut.

“Setiap menjelang magrib semua alat teknologi dikumpulkan di loker sehingga saya sering ketinggalan informasi dari kampus dan satu kamar diisi lima puluh orang lebih mahasiswa. Padahal dari pihak Universitas sendiri hanya menyediakan tiga puluh kasur sehingga kita sering tidur di lantai," ucap FJ, salah satu mahasiswa yang mengikuti program pondok mitra. 

Bukan hanya mahasiswa baru, terdapat Alumni Ma’had juga yang turut menyuarakan suara mereka. Salah satunya AR, merupakan salah satu alumni program wajib Ma’had tahun kemarin yang diberikan kepada mahasiswa baru jalur (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri)  UMPTKIN dan Mandiri selama 2 semester. Dikarenakan AR hanya mengikuti program tersebut selama satu semester dan tidak membayar kekurangan administrasi pembayaran dari semester berikutnya. Ia mendapat ancaman dari Bendahara Ma’had Jamiáh Walisongo, jika tidak segera melunasi kekurangan administrasi pembayaran tersebut pada tanggal 3 Agustus, maka ia tidak dapat memperoleh ijin akses masuk pada sistem walisiadiknya. 

“Kita diberi ancaman terkait kebijakan tersebut, jika tidak membayar sebanyak Rp.3.000.000,00 pada tanggal 3 Agustus, walisiadik tidak dapat di akses kembali," papar AR (Alumni Ma'had Jamiah Walisongo). 

Aksi tersebut ditutup dengan penyampaian beberapa tuntutan yang menjadi problematika Mahasiswa Baru UIN Walisongo Semarang, diantaranya : (1) Pembatalan Program Wajib Ma’had; (2) Pengembalian uang Ma’had secara keseluruhan; (3) Pembukaan sejelas-jelasnya anggaran terkait wajib Ma’had.


(Kabar Fatikhatul Maulidatunnisa dan Firda Annisah Zuhrufah)