Sumber Dokumentasi: Kabar Indonesia 

Penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru telah menggemparkan publik dan memunculkan pertanyaan besar. Bagaimana mungkin di tengah keindahan alam yang dilindungi dan statusnya sebagai kawasan konservasi nasional yang seharusnya steril dari aktivitas ilegal, justru terjadi penanaman ganja dalam skala besar tanpa terdeteksi dalam waktu yang lama? Kejadian ini bukan hanya kasus kriminal biasa, melainkan juga sebuah tamparan keras terhadap upaya pelestarian dan pengelolaan kawasan wisata yang menjadi kebanggaan Indonesia.

Keberadaan ladang ganja di Bromo menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan keamanan kawasan konservasi. Kasus serupa terjadi pada tahun 2018, ketika kepolisian menemukan ladang ganja di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, tepatnya di daerah Gayo Lues, Aceh. Lokasi yang jauh dari pemukiman dan berada di kawasan konservasi dimanfaatkan sebagai tempat persembunyian, yang memunculkan dugaan adanya kelalaian atau bantuan dari oknum tertentu. Padahal penggunaan patroli rutin dan teknologi seperti pesawat tanpa awak dapat mencegah kegiatan ilegal sejak awal. Kelalaian ini tidak hanya merusak reputasi pariwisata, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem Bromo yang rentan terhadap kerusakan karena kondisi geografis yang rapuh, spesies endemik yang sensitif, serta tekanan tinggi akibat aktivitas wisata dan ilegal.

Lebih dari sekadar masalah keamanan, penemuan ladang ganja ini juga menyoroti permasalahan sosial dan ekonomi yang kompleks di sekitar Kawasan Bromo. Berdasarkan Profil Kemiskinan Kabupaten Probolinggo tahun 2024, kemiskinan tercatat 16,45% dengan sebagian masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan pariwisata musiman yang tidak menentu. Tingkat kemiskinan yang masih tinggi, ditambah dengan ketergantungan pada sektor pertanian dan pariwisata musiman yang tidak menentu, mencerminkan kondisi ekonomi yang rentan. Dalam situasi seperti ini, peluang memperoleh penghasilan cepat melalui aktivitas ilegal menjadi sangat menggoda. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan ekonomi menjadi kunci untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Masyarakat yang sejahtera dan memiliki mata pencaharian yang layak akan lebih tahan dalam menghadapi godaan untuk terlibat dalam kegiatan ilegal.

Kasus ini menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali kebijakan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Diperlukan adanya peningkatan koordinasi pemerintah daerah, kepolisian, dan pengelola taman nasional. Namun, perlu disadari bahwa pengawasan di lapangan menghadapi berbagai tantangan nyata, mengingat kawasan Bromo memiliki bentuk pegunungan yang terjal, medan yang curam, serta kerap diselimuti kabut tebal, sehingga akses menjadi terbatas dan wilayah yang sulit dijangkau. Kondisi ini membuat patroli konvensional menjadi tidak efisien. Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam pengawasan dan penegakan hukum juga perlu dioptimalkan. Drone dan sistem pemantauan jarak jauh dapat menjadi alat yang efektif untuk mendeteksi aktivitas ilegal di area yang sulit dijangkau.

Penemuan ladang ganja di Bromo adalah sebuah tragedi yang merusak integritas kawasan konservasi, namun juga dapat menjadi pelajaran berharga. Laporan Kinerja Sekretariat Ditjen KSDAE 2022-2023 mencatat adanya peningkatan operasi pengawasan di kawasan konservasi, namun penegakan hukum dan pemantauan masih lemah. Kondisi ini tercermin dari berbagai tantangan yang terus bermunculan, seperti pemburuan satwa liar, perambahan lahan, hingga penyalahgunaan kawasan konservasi untuk aktivitas ilegal. Akibat lemahnya pengawasan ini, pelanggaran-pelanggaran tersebut kerap luput dari penindakan tegas.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan masih jauh dari kata ideal, sehingga diperlukan reformasi tata kelola konservasi secara nasional. Pemerintah dan seluruh pihak terkait harus mengambil langkah-langkah konkret, seperti memperkuat sistem pengawasan berbasis teknologi, memberdayakan masyarakat lokal melalui program ekonomi produktif, serta menegakkan hukum secara adil dan konsisten. Bromo dengan segala keindahan alamnya, tidak boleh menjadi korban aktivitas kriminal. Upaya konservasi harus menjadi prioritas utama, demi menjaga warisan alam ini untuk generasi mendatang.

Penulis: Nida Izzatus Safa'ah (Kru Magang  24)
Editor: Anita Wulandari