Sumber Dokumentasi: DetikNew 

Semarang, KABARFREKUENSI-Isu mengenai kenaikan gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Polemik ini mencuat setelah beredar informasi bahwa para legislator akan memperoleh tambahan penghasilan hingga puluhan juta rupiah setiap bulan. Informasi tersebut diperkuat dengan adanya kebijakan baru yang memberikan tunjangan rumah dinas sebesar Rp50 juta per bulan kepada anggota dewan sebagai kompensasi atas dihapuskannya fasilitas rumah dinas. Kebijakan ini langsung menuai kritik luas di tengah kondisi ekonomi nasional yang penuh tekanan mulai dari kenaikan harga bahan pokok, melonjaknya tarif pajak, hingga gelombang pemutusan hubungan kerja. Tambahan tunjangan tersebut dinilai sebagai keputusan yang tidak berempati pada rakyat.

Ketua DPR RI dikutip pada inilah.com, Puan Maharani, menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji bagi anggota legislatif. Menurutnya, tambahan penerimaan yang belakangan menuai polemik hanyalah kompensasi karena anggota DPR periode 2024–2029 tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah jabatan.
“Sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah. Itu saja karena rumahnya sudah dikembalikan ke pemerintah,” ujarnya.

Berdasarkan hasil wawancara oleh pihak metro tv Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir juga menjelaskan adanya kenaikan sejumlah tunjangan, seperti tunjangan beras dan bensin. Namun, sehari kemudian ia merevisi pernyataannya setelah mengecek ke Sekretariat Jenderal DPR RI, dan menyatakan bahwa tidak ada kenaikan tunjangan. Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR, menambahkan bahwa tunjangan rumah justru lebih efisien dibandingkan biaya pemeliharaan rumah dinas yang selama ini banyak menelan anggaran.

Meski dibantah sebagai kenaikan gaji, angka tunjuangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan  tetap menuai kritik keras. Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, menilai nominal tersebut tidak masuk akal. “Apakah patut mengeluarkan anggaran sedemikian besarnya sampai triliunan rupiah selama 60 bulan ketika masyarakat kesulitan membeli kebutuhan pokok?” ujarnya.

ICW menghitung, total biaya tunjangan rumah mencapai Rp1,74 triliun untuk masa jabatan lima tahun dengan 580 anggota DPR. Padahal, pemerintah saat ini gencar melakukan efisiensi anggaran yang berimbas pada pemangkasan belanja publik. Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi I DPR, mengakui bahwa total pendapatan resmi anggota DPR saat ini bisa melampaui Rp100 juta per bulan, termasuk gaji pokok, tunjangan rumah, dan tunjangan lain.“Kami ini hanya menerima. Buat saya diberi berapapun saya bersyukur,” ujarnya.

Kebijakan tunjangan rumah dinilai kontras dengan kondisi perekonomian rakyat misalnya, harga beras terus naik. Data Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras premium menembus Rp16.088/kg, jauh di atas harga eceran tertinggi Rp14.900/kg. Sementara itu, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) juga melonjak 32,19% sepanjang Januari hingga Juni 2025 dengan 42.385 pekerja kehilangan pekerjaan.

Polemik tunjangan rumah Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR RI masih menjadi perhatian publik. DPR beralasan kebijakan ini merupakan kompensasi atas penghapusan fasilitas rumah jabatan, sementara masyarakat menilai langkah tersebut mencerminkan ketidakpekaan wakil rakyat terhadap kondisi ekonomi yang serba sulit. Melihat total pendapatan anggota DPR yang kini bisa menembus lebih dari Rp100 juta per bulan, wajar jika kebijakan tunjangan rumah ini menuai kritik tajam. Isu ini diperkirakan akan terus menjadi sorotan, terutama ketika pemerintah di saat bersamaan menyerukan efisiensi anggaran dan penghematan belanja negara.

Kabar: Riby Aminarti (Kru Magang LPM Frekuensi 24)

Editorial: Dian Nur Hanifah (Kru LPM Frekuensi 23)