Semarang, KABARFREKUENSI.COM–Upaya memorialisasi sejarah dan warisan budaya Tionghoa diwujudkan
melalui event ARCHMOSFEST 6 X EKSKURSI 2025 yang
mengusung tema "REFLECTION HERITAGE: Red, Hisry, and Wish". Kegiatan
ini berhasil diselenggarakan berkat kolaborasi antara Himpunan Mahasiswa
Jurusan Seni (HMJ Seni) dan Arsitektur Islam (HMJ ISAI) UIN Walisongo Semarang
dengan masyarakat pegiat Kampung Pecinan.
Sabtu (11/10) pukul 19.34 WIB, ARCHMOSFEST 6 X EKSKURSI 2025 menjadi event tahunan yang berbeda dari tahun sebelumnya. Untuk pertama kalinya, acara ini diselenggarakan di luar kampus 3 UIN Walisongo Semarang, tepatnya di gang samping Kelurahan Kranggan yang termasuk Kawasan Kampung Pecinan.
ARCHMOSFEST sendiri merupakan serangkaian program mahasiswa HMJ
ISAI yang mencakup Architecture Competition, Sketch Competition, Student Award,
Workshop, Talk Show and Exhibition. Sedangkan Ekskursi sebagai kegiatan yang
diawali dengan riset dan ekspedisi ke kampung budaya. Puncak kedua agenda tersebut
ditutup dengan pagelaran seni dan pameran yang menampilkan karya seni hasil riset,
ekspedisi, sayembara nasional dan student award.
HMJ ISAI mengemas kegiatan ini bukan sekadar exhibition, tetapi juga upaya memorialisasi budaya Tionghoa di kalangan generasi muda Kota Semarang. Upaya ini diwujudkan melalui keindahan arsitektur khas kampung pecinan yang sarat dengan makna dan Sejarah.
ARCHMOSFEST 6 X EKSKURSI 2025 menjadi unik karena diawali doa lintas agama yang dipimpin oleh para pemuka agama, seperti biksu dan ustadz. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan dengan parade budaya yang menampilkan pakaian sehari-hari dan pementasan barongsai sebagai ikon budaya etnis Tionghoa.
Kegiatan ini ditutup dengan mengajak para penonton mengelilingi gang kecil sambil menikmati corak arsitektur yang disuguhkan Kampung Pecinan, hingga sampai di sebuah kuil sebagai lokasi pameran dan eksplorasi budaya yang dapat dilihat para penonton.
Ara, selaku Ketua Pelaksana ARCHMOSFEST 6 X EKSKURSI 2025 menyatakan
bahwa pemilihan lokasi tertuju daerah Semarang Tengah yang memuat kampung
budaya, seperti Kampung Melayu, Kampung Pekojan, Kampung Pecinan dan Kampung
lainnya. Namun pada akhirnya Kampung Pecinan dipilih karena sebagai kawasan
yang masih mempertahankan nilai budaya dan Sejarah Tionghoa lewat arsitektur
mereka, meskipun sempat mati. “Berawal dari keinginan kami untuk menelisik Semarang
lama. Kampung pecinan kami pilih karena menjadi salah satu kampung yang masih
kental dengan arsitektur cinanya,” Ujarnya.
Tak hanya itu, Ara menilai masyarakat Kampung Pecinan sangat mendukung lewat akses yang mudah untuk mengeksplorasi lebih jauh. Kolaborasi antara HMJ ISAI dan masyarakat Kampung Pecinan diharapkan menjadi langkah baik untuk mengenalkan budaya etnis Tionghoa di kawasan tersebut, tidak hanya kepada masyarakat Kota Semarang, bahkan di seluruh Indonesia.
“Pihak Kampung Pecinan
juga sangat mendukung kami dalam riset dan penelitian di kawasan ini. Kami juga
ingin bersama masyarakat menghidupkan kembali Kampung Pecinan agar dikenal
lebih jauh masyarakat, terkhusus Kota Semarang,” ujar Ara.
Kabar: Putri Balqis Rachmawati (Kru LPM Frekuensi 23)
Editorial: Santi Alfifat Khurosyidah (Kru LPM Frekuensi 23)
0 Komentar