Sumber Dokumentasi: iStock
Karya: Nida Izzatus Safa’ah
Kudengar bisik dunia yang menilai sepihak,
“Anak bungsu hanyalah bunga kaca,”
rapuh, ditimang, tak kenal luka,
padahal aku menyimpan badai di dada,
hasrat untuk berdiri, meski sendiri.
Di balik senyum yang kerap disalahartikan,
kutanam tekad tanpa henti,
bukan untuk melawan,
tetapi membebaskan Ibu dari rasa resah,
dan Ayah dari beban yang diam-diam mematah.
Kakiku kecil, tetapi jalanku jauh,
menyusuri sunyi dengan cahaya harapan,
kutapaki hari demi hari tanpa keluh,
meski peluh jatuh tanpa tepuk,
aku tetap melangkah, sebab mimpi tak boleh rebah.
Tak ingin lagi menjadi alasan kalian menahan lelah,
biarlah langkahku menjadi pelipur penat,
tak perlu emas, cukup restu kalian
menjadi perisai saat dunia menguji,
dan pelita saat jalanku sepi.
Biarkan saja mereka menaruh label lama,
tentang manja yang katanya tak bisa apa-apa,
tetapi hari ini aku berdiri, bukan bersembunyi,
sebab si bungsu pun mampu menjemput cahaya
dengan tekad yang lahir dari luka dan cinta.

0 Komentar