Semarang, KABARFREKUENSI.COM-Bencana banjir bandang dan longsor
berskala besar melanda Pulau Sumatra sejak akhir November 2025. Curah hujan
ekstrem hingga 300 milimeter per hari dipicu oleh Siklon Tropis Senyar yang
menghantam wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Air bah menyapu
permukiman, lahan pertanian, serta fasilitas umum. Longsor dari lereng
perbukitan menimbun desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana.
Data sementara hingga 16 Desember 2025
mencatat 1.030 korban meninggal dunia, 6.698 orang luka-luka, dan 206 warga
masih dinyatakan hilang. Jumlah pengungsi sempat menembus satu juta jiwa,
menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu bencana hidrometeorologi terparah
di Sumatra dalam satu dekade terakhir.
Kajian pakar lingkungan Universitas
Gadjah Mada (UGM) menyoroti kerusakan serius wilayah hulu Daerah Aliran Sungai
(DAS). Aktivitas tambang ilegal dan ekspansi perkebunan sawit menyebabkan
hilangnya sekitar 1,4 juta hektar hutan. Kondisi tersebut menghilangkan fungsi
hutan sebagai penyerap air alami dan mengubah aliran sungai menjadi banjir
bandang dengan daya rusak tinggi.
Perkembangan situasi per 20
Desember 2025 menunjukkan pemulihan bertahap di sejumlah wilayah terdampak.
Jumlah pengungsi menurun menjadi sekitar 500 ribu jiwa yang masih bertahan di
tenda dan barak sementara. Pemulihan jaringan listrik mencapai 95-98 persen di
Aceh, sementara pasokan listrik Sumatera Utara dan Sumatera Barat tercatat
stabil hingga 99 persen.
Pemulihan pasokan listrik
memungkinkan layanan darurat kembali beroperasi secara optimal. Rumah sakit
lapangan kembali berfungsi untuk penanganan korban. Operasional 28 dapur umum
berjalan setiap hari dengan produksi sekitar 100 ribu porsi makanan bagi
pengungsi. Pemulihan jaringan komunikasi mencapai 80-90 persen BTS berkat
dukungan TelkomGroup dan layanan Starlink gratis hingga akhir Desember. Kondisi
tersebut mempercepat koordinasi distribusi bantuan logistik, layanan kesehatan,
serta penyaluran kebutuhan dasar bagi pengungsi di wilayah terdampak. Selain
itu upaya rekonstruksi infrastruktur mulai berjalan. Pemerintah memprioritaskan
perbaikan 271 jembatan rusak dan pembangunan kembali 282 sekolah yang hancur.
Sektor perumahan masih menghadapi tantangan besar dengan 106.058 rumah di Aceh
tercatat mengalami kerusakan berat hingga ringan.
Bentuk tanggung jawab negara
diwujudkan melalui santunan Rp15 juta bagi ahli waris korban meninggal dunia
yang disiapkan Kementerian Sosial berdasarkan verifikasi BNPB. Bantuan dana
darurat sebesar Rp21,48 miliar dari BNPB serta donasi publik senilai Rp10,37
miliar membantu memenuhi kebutuhan dasar dan mencegah krisis kesehatan di 50
kabupaten/kota terdampak.
Pemulihan fisik belum sepenuhnya
menghapus dampak psikososial yang dirasakan penyintas. Ribuan warga masih
mengalami trauma kehilangan dan gangguan stres pascatrauma. Layanan konseling
oleh relawan psikolog, tokoh agama, dan komunitas lokal menjadi bagian penting
proses pemulihan. Program trauma healing melalui kegiatan seni,
pendampingan anak, dan doa bersama membantu memperkuat ketahanan emosional
masyarakat.
Peringatan disampaikan pakar UGM
terkait pentingnya reboisasi hutan, penataan ulang tata ruang, dan penguatan
sistem peringatan dini. Tragedi ini menjadi pelajaran mahal bagi pengelolaan
lingkungan. Solidaritas nasional terus menguat sebagai fondasi membangun
Sumatra yang lebih aman, tangguh, dan berkelanjutan seperti yang disuarakan di
tv One News.
Kabar: Santi Alfifat Khurosyidah (Kru LPM Frekuensi 23)
Editor: Dian Nur Hanifah (Kru LPM Frekuensi 23)

0 Komentar