Ilustrasi/ google.com

Oleh: Anisa Fauziyah*


            Mentari mulai keluar dari persembunyiannya, perlahan menampakkan diri mengiringi alunan langkah kaki para petani tembakau yang berbaris menapaki bukit laiknya barisan semut hitam. Tangan-tangan lihai mereka memetik pucuk demi pucuk daun tembakau muda untuk dikumpulkan di bakul. Seperti itulah potret kehidupan masyarakat pedesaan yang jauh dari ingar bingar kota. Mereka, para petani tembakau itu bekerja pada seseorang yang kaya raya.

Adalah Tuan William, seorang ilmuwan keturunan Indonesia-Eropa yang pernah menempuh pendidikan tinggi di Jerman. Ia bersama istrinya meninggalkan Eropa dan melarikan diri ke bukit terpencil itu karena orangtua tidak merestui pernikahannya dengan sang istri. Namun, atas nama cinta akhirnya mereka memutuskan untuk kawin lari.

Bertahun-tahun perkawinan itu berjalan, sampai sekarang tak kunjung mendapatkan momongan. Berbagai cara telah mereka lakukan hingga pada suatu keajaiban membuat sang istri hamil dan melahirkan seorang putri cantik yang dinamai Meria. Semua orang di desa tersebut gembira, pesta pun tiada berakhir untuk merayakan kelahiran Meria.

***

            Hari demi hari berlalu, Meria tumbuh menjadi gadis yang manja, hampir semua keinginannya selalu terpenuhi. Namun tidak untuk kebutuhannya akan ilmu. Tuan William bersikeras untuk tidak menyekolahkannya dengan alasan letak sekolah yang terlalu jauh. Ia tidak ingin berjauhan dengan Meria. Ia dan istrinya yang akan menjadi guru untuk Meria, mengajarkan Meria banyak hal dan selalu menceritakan tentang kerajaan-kerajaan di Eropa. Di suatu malam, datang seorang tangan kanan Tuan William bernama Burhan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya.

"Tuan... Tuan... Tuan William," ujar burhan dengan nada panik.

"Kenapa kau?” tanya Tuan William sambil membuka pintu, “apa yang membuat kau datang kemari?"

"Binatang-binatang itu menghancurkan kebun tembakau, Tuan."

"Biadab! Aku bersumpah akan membunuh semua binatang itu."

            Keesokan harinya, Tuan William dan istrinya membuat racun dari bahan-bahan kimia untuk membunuh binatang perusak kebunnya itu. Terdengar suara ketukan pintu dari balik ruang laboratorium mereka. Dibukanya pintu itu oleh si pengetuk.

"Pa… Ma… aku ingin jalan-jalan," kata Meria sambil merengek.

"Ayo, sayang. Lain kali panggil saja dari luar dan jangan pernah masuk ke ruangan ini. Di sini banyak harimaunya. Nanti kamu bisa diterkam," balas Tuan William.

            Kemudian mereka berjalan-jalan mengelilingi kebun tembakau. Di sana telah ada Pak Burhan dan anak laki-lakinya, Zaka. Pak Burhan dan Tuan William berbincang-bincang perihal perkembangan kebun. Perbincangan itu terus berlanjut hingga tiba di rumah Tuan William. Meria dan Zaka tengah asik bermain sendiri. Meria memberitahu Zaka bahwa di ruang laboratorium ada harimau. Dua bocah itu memberanikan diri masuk ke ruang laboratorium untuk mencari harimau itu. Mereka mencarinya di setiap sudut ruangan. Alhasil mereka tidak menemukannya, hanya letih saja yang didapatkan.

Meria berusaha mencari air minum di ruangan tersebut, Ada bermacam-macam cairan yang berjejer di meja kerja ayahnya. Ia hanya menontonnya saja, tidak meminumnya karena tidak bisa membuka tutup botol cairan tersebut. Meria mengambil gelas beker dan menenggak isinya sampai habis separuhnya. Sisanya ia berikan kepada Zaka yang sedari tadi mencari sesuatu untuk meredakan hausnya.

Meria tergeletak lemas di atas lantai dengan tubuh yang membiru. Tak lama disusul oleh Zaka yang ambruk tak jauh dari Meria. Tuan William dan Pak Burhan terperanjat mendengar sesuatu pecah di dalam laboratorium. Mereka mencari asal muasal suara tersebut. Betapa terkejutnya mereka saat melihat dua bocah itu. Lalu dibawanya mereka berdua ke Mantri. Zaka berhasil diselamatkan tetapi tidak dengan Meria. Terlalu banyak racun yang ia telan. Tuan William sangat sedih dan marah. Dibawanya Meria kembali ke rumah. Ia bersumpah akan meracuni semua anak-anak di desa ini. Sumpah Tuan William itu tidak sengaja didengar oleh Pak Burhan. Pak Burhan mewanti-wanti Zaka untuk tidak memakan apapun dari Tuan William.

***

            Pagi itu Tuan William dan istrinya berkeliling kampung, membagikan makanan untuk semua bocah. Betapa gembiranya mereka mendapatkan banyak makanan. Malam harinya para warga gaduh dan berkeluh kesah karena anak-anak mereka menggigil dan suhu badannya tinggi. Mereka dilarikan ke Mantri tetapi ternyata tidak bisa menyembuhkan karena penyakit itu sangat langka dan aneh. Setelah berhasil meracuni anak-anak, Tuan William berkeinginan untuk membuat duplikat Meria. Ia hendak mengkloning Meria.

Beberapa tahun kemudian, bayi kloning itu berhasil mereka ciptakan. Bayi itu tumbuh menjadi gadis remaja yang wajahnya sama persis dengan Meria. Gadis itu bernama Millena. Ia merupakan gadis kloning yang berkepribadian laiknya manusia biasa, namun ia sangat rentan terhadap berbagai penyakit.

Millena disekolahkan di kota, setelah lulus kembali ke desa. Desa itu sangat asing bagi Millena, karena terakhir kali ia menginjakkan kaki di desa ini saat masih bocah. Ia berkeliling menyusuri desa ini dan menemukan seorang lelaki tengah duduk di bawah pohon sambil melamun. Millena berjalan menghampiri dan menanyakan alasan mengapa ia melamun seorang diri. Lelaki itu bercerita tentang kegelisahannya terhadap para remaja yang bertahun-tahun lalu diracuni oleh Tuan William. Millena sangat terkejut. Ayah yang menurutnya seseorang yang baik ternyata tega melakukan itu. Kemudian Millena dan lelaki itu mendatangi rumah para remaja yang mengidap penyakit aneh karena racun ayahnya.

***
           
Zaka membawa Millena ke rumahnya dan betapa terkejutnya Pak Burhan melihat perempuan di hadapannya itu. Seorang perempuan ciptaan manusia. Pak Burhan menceritakan bahwa Millena adalah manusia kloning. Air mata mengalir deras dari pelupuk Millena. Kemudian ia dan Zaka pergi ke kota untuk membeli racun dan penawar racun. Beberapa botol penawar racun itu dibawanya ke desa dan dibagikan kepada para remaja yang mengidap penyakit.

“Aku tidak ingin hidup sebagai manusia kloning,” kata Millena dengan terisak-isak, “aku tidak ingin hidup!”

"Aku ingin melihat kamu tetap hidup."

"Aku bukan manusia … aku tidak diciptakan oleh Tuhan."

"Persetan dengan siapa yang menciptakanmu. Melihatmu hidup kembali saja aku sangat senang, Meria.”

"Aku bukan Meria. Semirip apakah dia denganku?"

“Hampir tidak ada bedanya. Dulu Meria sangat dekat denganku, setiap hari kita bermain bersama. Aku sangat sedih saat kepergiannya. Dulu aku sangat mencintainya, bahkan sampai detik ini. Ia satu-satunya yang dekat denganku. Aku berharap ketika besar nanti dapat menikahinya," jelas Zaka dengan nada penuh pilu.

"Aku bukan Meria … biarkan aku mati saja!”

“Jangan, aku tidak ingin kehilangan Meria untuk kedua kalinya."
Millena hanya terdiam.

            Tak lama kemudian, Millena menemui kedua orangtuanya. Dipelukya mereka dengan erat. Millena mengambil racun itu dari sakunya lalu menenggaknya tanpa sisa. Ia terjatuh di pelukan kedua orangtuanya dengan mulut penuh busa. Melihat keadaan anaknya, dihisapnya busa-busa itu dari mulut Millena oleh Tuan William, kemudian keduanya terjatuh dan mati. Istri Tuan William kini menjadi sinting semenjak kehilangan kedua orang yang sangat ia sayangi.

*Kru Magang LPM Frekuensi Jurusan
Pendidikan Kimia angkatan 2017