(Foto/ Daris)

Semarang, KABARFREKUENSI.COM – Dalam rangka memperingati hari bumi, Mahasiswa Walisongo Pecinta Alam (MAWAPALA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengadakan Talkshow bertajuk Sampah Tragis Bumi Menangis, Senin (22/4). Talkshow yang diadakan di Auditorium I Kampus I ini mengundang pembicara yang ahli di bidang tersebut, yakni Busono Wiwoho, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah, Mujiyono Abdillah, Guru Besar Islamic Green Religion UIN Walisongo Semarang, dan Ainun Najib, Leader  Greenpeace Youth Semarang.

Dalam acara yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat dan mahasiswa terhadap kelestarian lingkungan di bumi ini, Kasubag Kemahasiswaan, Haris menuturkan bahwa sampah lingkungan kini tidak perlu dicari. Dikarenakan sudah dapat ditemukan di lingkungan sekitar, contohnya di dalam UIN Walisongo sendiri.

Sampah di lingkungan UIN termasuk masalah yang sulit untuk dipecahkan, seperti di samping Gedung Serba Guna (GSG) UIN Walisongo karena tempat tersebut menjadi tempat pembuangan sampah sementara dari kampus I, kampus II, dan kampus III. Hal ini membuat mahasiswa tidak nyaman karena bau tak sedap yang ditimbulkan oleh sampah.

“Di UIN Walisongo, sampah ini merupakan hal yang memang pemecahannya sangat sulit. Karena setiap hari memang ada dan kita belum sadar bahwa sampah ini merupakan bencana,” jelas Haris pada saat memberi sambutan sekaligus membuka acara Talkshow ini.

Ainun Najib menuturkan bahwa salah satu bahan pembuatan plastik berasal dari minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Bahan tersebut yang mengakibatkan berbahayanya plastik bagi kesehatan. Najib juga munaruh perhatian pada sampah plastik yang dihasilkan oleh keluarga.

"Sampah plastik terbanyak dari ibu rumah tangga," imbuh Najib.

Pendapat lain diutarakan oleh Busono. Menurutnya, Indonesia kadang menganggap remeh masalah sampah plastik, meski telah menimbulkan dampak yang sangat besar. Salah satu dampaknya berpengaruh pada kesehatan manusia seperti penyakit paru-paru, kanker, dan jantung.
“Stop penggunaan sampah plastik. Hal itu akan berdampak pada kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan baik di darat maupun di laut,” jelas Busono Wiwoho. (Kabar/ Daris)