Semarang, KABARFREKUENSI.COM - Menanggapi sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dirasakan semakin tinggi dan tidak adanya sistem pembelajaran secara tatap muka, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Sains dan Teknologi adakan diskusi online dengan tema “Kuliah Tatap Layar, UKT Kok Bayar?”, Selasa (6/7). Acara yang dilakukan dalam jaringan (daring) ini dihadiri sekitar 200 mahasiswa.
“Permasalahan UKT tidak akan selesai jika
dilihat dari persoalan regulasi dan persoalan data. Regulasi sendiri terdapat 6
diantarannya adalah: 1. UUD 1945 pasal 31 2. UU 12/2012 pendidikan tinggi pasal:
74;76;83;(1) (2); 85(2); dan 88(4) 3. PMA 7/2018 4. KMA 5. SK Dirjen Pendis 6.
SK Rektor,” tutur Aghisna Bidikrikal Hasan selaku pemateri diskusi online.
Ia menjelaskan terkait
Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) untuk
menyelengarakan progam studi setiap mahasiswa dalam 1 tahun dan Biaya
Operasional Pendidikan Tinggi (BOPT) untuk biaya penyelenggaran pendidikan
tinggi dalam 1 tahun.
Selain itu, demisioner
ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SEMA PTKIN) ini
juga menjelaskan bahwa penentuan UKT berdasarkan kemampuan orang tua/wali. Sedangkan
yang menjadi persoalan adalah kurangnya pemerataan UKT.
“Problematika UKT UIN
Walisongo sendiri yaitu: ketidaktepatan sasaran penerima, pengurangan nominal/golongan
UKT, kenaikan nominal UKT setiap tahunnya, mahasiswa baru 2021 harus menerima
dan membayar ketetapan nominal UKT serta dilarang mengajukan revisi/banding
UKT,” ucapnya.
“UKT dalam PTKIN dibagi
menjadi beberapa diantaranya 7 golongan untuk Universitas, 5 golongan untuk
Institut, dan 3 golongan untuk Sekolah tinggi. UKT golongan terendah memiliki
kisaran 0-400.000, dan UKT tertinggi memiliki kisaran sama dengan BOPT,”
tambahnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik ini juga menjelaskan bahwa UKT mahasiswa itu
dialokasikan ke BOPT. Tidak hanya ke bagian akademik UIN Walisongo saja.
0 Komentar