Saat kita kecil, segala pilihan di hidup
kita lebih banyak diambil alih oleh orang tua. Mulai dari membeli pakaian,
tempat pendidikan dan hal-hal sederhana lainnya.
Kebiasaan dipilihkan pada umumnya mulai
berkurang seiring bertambahnya umur apalagi jika sudah menginjak kuliah.
Mahasiswa dituntut untuk menjadi mandiri.
Ketika menginjak dunia perkuliahan,
banyak sekali berbagai macam pilihan hidup dibanding saat masa SMA. Misal ketika
lulus dari SMA kita yang memilih kuliah harus disibukan dengan menentukan kampus, menentukan jurusan, di
mana pilihan-pilihan penting tersebut begitu menguras energi dan perlu
pertimbangan yang benar-benar matang, sampai review banyak kampus dan
jurusan untuk mendapat pilihan yang tepat untuk diri. Jika sudah masuk kampus
pun masih banyak pilihan yang harus dipilih, mulai dari mau kost dimana,
organisasi yang ingin di ikuti apa saja, memilih mata kuliah pilihan dan hal
lainnya. Kadang kita merasa lelah saat memilih karena terlalu banyak pilihan
yang perlu dipertimbangkan. Tentu kita semua mengharapkan pilihan terbaik. Rasa
takut sering hinggap saat memilih. Takut tidak mendapatkan pilihan yang lebih
baik. Ragu dan bingung mengepung pikiran dan hati saat hendak memilih.
Saat sudah memilih pun, hantu yang
bernama "cemas" terus menggentayangi. Peristiwa tersebut dinamakan
FOBO (Fear Of Better Options; Takut akan pilihan yang lebih baik).
FOBO adalah perasaan yang membuat banyak
pengidapnya terdiam bahkan serasa lumpuh karena kewalahan dalam menentukan
suatu pilihan.
Istilah FOBO pertama kali dicetuskan
oleh Mc Ginnis. Sebelumnya Mc Ginnis menciptakan istilah FOMO atau Fear Of
Missing Out dalam artikel Harvard
Bussiness Scholl yang menggambarkan
suatu perasaan tidak nyaman karena
berpikir bahwa orang lain lebih banyak memiliki pengalaman, lebih baik
dari pada kita, lebih pintar, lebih kaya, lebih trendy. Singkatnya FOMO
adalah perasaan takut tertinggal.
Jika FOMO adalah perasaan takut
tertinggal dari orang lain, FOBO adalah perasaan takut tidak mendapatkan
pilihan yang lebih baik. FOBO
membuat ragu, membuat menyesal atas pilihan yang telah dibuat, merenggut
ketenangan. FOBO juga membuat lamban dalam
berkembang karena terlalu banyak waktu yang digunakan hanya untuk
memilih.
Gambaran apabila kita terjangkit
FOBO; ketika memilih, fokus utama
pikiran langsung ke pertanyaan “Mana pilihan yang terbaik? mana yang lebih
baik?”. Kita akan terus mencari, memilih pilihan terus-menerus tanpa henti.
Kegiatan mencari pilihan terasa lebih
menarik dan asyik ketimbang segera memutuskan dan bertindak.
Perilaku terus-menerus mengumpulkan
pilihan inilah yang membuat jebakan dalam pikiran yang akhirnya membuat
ambiguitas sehingga sangat sulit mengatakan "ya" dan sangat sulit
untuk mengatakan "tidak" dengan pasti. Pada kondisi ini lah kita merasakan kelumpuhan
analitis (ketidakmampuan dalam memilih) atau FOBO.
FOBO juga menjadi alasan mengapa terjadi
prokrastinasi atau prilaku menunda-nunda pekerjaan. Hidup sangat sulit dijalani
dan dinikmati tat kala FOBO menjangkit. Tiap waktu dan tenaga banyak dihabiskan
hanya untuk memikirkan setiap pilihan tapi selalu menunda-nunda dalam mengambil
keputusan.
FOBO tidak hanya berbahaya untuk diri
kita sendiri, namun bisa merugikan orang di sekitar kita juga. Misalnya dalam dunia akademik kampus,
jika seorang pengidap FOBO masuk dalam organisasi dan dihadapkan pada sebuah
pilihan kepanitiaan, pengidap FOBO akan cenderung tak berani mengambil peran dan
berkomitmen atau ia berani namun nanti tiba-tiba membatalkannya. Akhirnya
pengidap FOBO sulit dipercaya untuk berkomitmen karena ketika ada hal yang
lebih baik, pengidap FOBO akan berubah pikiran, meminta maaf lalu menarik diri
atau tetap menjalankan amanah namun dengan setengah hati. Para pelaku ghosting yang menghilang begitu saja
adalah termasuk yang mengidap FOBO. Komitmennya berubah saat melihat ada yang
lebih baik (bagi dirinya). Mudah mengingkari janji. Pengidap FOBO adalah orang
yang menyebalkan.
Jika dilihat dari sisi emosional, FOBO
ini di dasari oleh sikap narsisme. Karena saat mengalami FOBO, pengidap
menempatkan kepentingan dirinya di atas kepentingan banyak orang. Pengidap FOBO selalu berpikir mana yang terbaik bagi
dirinya, tanpa memperdulikan apakah efek
dari pilihannya akan berdampak baik juga
bagi orang lain.
Jika dipikir-pikir, FOBO itu hanya
menghampiri orang yang kaya. Kaya dalam artian banyak memiliki pilihan. Jika
hanya ada 1 pilihan, tidak akan ada kebingungan memilih mana yang lebih baik.
Dalam studi Lepper (1999, 2000) bahwa
mereka yang diberikan lebih sedikit pilihan dalam tugas pengambilan keputusan
memperoleh kepuasan yang lebih besar dari hasil keputusan mereka.
McGinnis selaku pencetus istilah FOMO
dan FOBO memberikan saran melalui bukunya untuk selalu belajar dalam membuat
pilihan dan menjalani komitmen. Sebaik apapun kita membuat rencana. Hidup
selalu membawa kita kepada hal-hal yang tak terduga. Kita mungkin menginginkan
yang terbaik, tapi siapapun yang hidup cukup lama akan paham bahwa kita tidak
bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Buatlah keputusan sebaik mungkin dan
sadari masa depan akan terjadi dengan sendirinya. Dari pada kita mencari terus
menerus pilihan yang "lebih baik", memuaskan adalah strategi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan.
Dari pada memilih pilihan berdasarkan
mana yang terbaik atau yang lebih baik yang membutuhkan waktu lama dan itu pun
tidak pasti, McGinnis memberi saran untuk mencari pilihan yang memuaskan. Mengambil keputusan berdasarkan kepuasan
bukan berdasarkan mana yang terbaik. Hal tersebut menghindari diri dari rasa
tidak puas akibat FOBO dan merasa puas akan pilihan walau pilihan tersebut
bukan yang terbaik.
Diperkuat lagi oleh teori Herbert Simon
(1955,1956) menyatakan bahwa dari pada memaksimalkan, kita harus
"memuaskan" saat mengambil keputusan. Saat orang merasa puas, kecil
kemungkinannya untuk mengalami penyesalan karena tidak memilih pilihan
"yang terbaik". Walaupun pilihan terbaik itu datang ketika keputusan
sudah dibuat.
Becky Bearupre Gillespie mengatakan
"Buatlah hidup lebih mudah dengan menerima yang "cukup baik",
cukup baik adalah kesempurnaan baru.
0 Komentar