Semarang, KABARFREKUENSI.COM - Syaiful Bahri, sarjana IT dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) asal Indramayu dihadirkan dalam acara Pasca Liburan (Pascalib) yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang Pada tanggal 6 Februari 2022. Webinar yang bertema Problem Solving dengan fokus pembahasan tentang Santri, Cyber War dan Soft Literacy berhasil dipaparkan  dengan epic oleh Syaiful kepada para santri pondok Besongo yang sekaligus berstatus sebagai mahasiswa gen Z.

Syaiful memaparkan tentang perkembangan teknologi yang semakin pesat yang membuat era distrupsi semakin cepat. Yang dahulu harus berkirim pesan lewat surat-suratan lewat kantor pos, sekarang bisa dilakukan dengan cepat lewat chat di whatsap. Yang dahulu harus menunggu berbulan-bulan naik kapal untuk sampai ke tanah suci menunaikan ibadah haji, sekarang bisa dalam hitungan jam  dengan menggunakan pesawat. Cepatnya pertukaran informasi dan cepatnya roda trasportasi membuat cepat pula terjadinya perubahan di dunia ini.

"Distrupsi adalah perubahan secara radikal. Semisal dahulu ketika kita hendak makan di warteg, kita harus datang secara fisik untuk memesan makanan ke tempatnya langsung, tapi sekarang ada Grabfood, Sopheefood dimana kita bisa memesan makanan dengan hanya menekan beberapa tombol sambil rebahan di kamar. Dunia cepat berubah, beberapa pekerjaan pun tergerus karena kemajuan teknologi seperti penjaga tol, tukang parkir, dan beberapa lainnya yang digantikan oleh sistem dan robot. Namun muncul juga banyak pekerjaan baru seperti Data Scientist, App Developer, progaming dan masih banyak lagi. Lahirnya berbagai macam platform digitalpun seperti Metaverse, Fintech, Uber, Bibit  dan lainnya menjadi bukti begitu cepatnya dunia mengalami perubahan secara besar-besaran," ujar Syaiful.

Selanjutnya beliau juga menyinggung persoalan Bonus Demografi yang merupakan masa dimana jumlah penduduk disuatu negeri di dominasi oleh orang-orang dengan usia produktif (Kerja). Hal ini bisa menjadi batu loncatan bagi Bangsa Indonesia untuk merubah statusnya dari negara berkembang menjadi negara maju. Bonus Demografi ini diprediksi oleh para ahli terjadi di Indonesia sekitar tahun 2030. Gen Z yang merupakan generasi yang lahir dari rentang tahun 1995-2012 akan menjadi generasi yang merasakan dampak Bonus Demografi ini.

Syaiful berpendapat, jika para pemuda tidak siap menghadapi Bonus Demografi dalam artian para pemuda-pemudanya tidak memiliki keunggulan, atau skill-skill mumpuni untuk bersaing di dunia pekerjaan maka yang ada adalah malapetaka. Pengangguran dimana-mana yang akhirnya memicu tingginya tingkat kejahatan dan negara bisa saja chaos. Syaiful memberikan wanti-wanti kepada para generasi Z untuk belajar dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing hingga menjadi ahli, karena di masa depan itu lebih menekankan adanya kolaborasi antar ahli.

Saat pemaparan materi berakhir, salah satu mahasiswa bertanya terkait pilihan hidup menjadi spesialis atau generalis. Lalu  Syaiful menanggapi pertanyaan tersebut dengan menjelaskan terlebih dahulu perumpamaan menjadi seorang generalis dan spesialis pada contoh seorang  dokter umum dan dokter spesialis, keduanya sama-sama baik.

“Yang harusnya menjadi persoalan adalah kita harus menemukan cocoknya dimana, apakah menjadi spesialis atau generalis. Kalau generalis biasanya suka mencoba banyak hal, membaca tentang apa saja, itu cocok menjadi generalis. Kalau spesialis jelas ia adalah yang suka mendalami sesuatu sampai ke ranah filosofinya,tambah Syaiful.

Sebagai penutup, Syaiful Bahri memberikan closing statement berupa harapan kepada mahasiswa sekaligus santri untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar masa depan bangsa menjadi bangsa yang maju dan mengingatkan kembali untuk memanfaatkan  media sosial dengan bijak. (Kabar/Anton)