Semarang, KABARFREKUENSI.COM - Kelompok 5 Kuliah Kerja Nyata Mandiri Inisiatif Terprogram Dari Rumah (KKN MIT DR) Ke-13 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang melaksanakan diskusi online kesetaraan gender dengan judul “Kesetaraan Gender dan Toleransi Perempuan Muslim di 6 Negara” melalui platform zoom meeting. Diskusi ini diadakan guna memberi pengetahuan seputar kesetaraan gender dan toleransi yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia sendiri, Sabtu(5/2).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) setara adalah sejajar (sama tinggi dan sebagainya). Maka definisi kesetaraan dalam gender ini adalah membuat kesamaan tinggi atau sejajarkan hak antara perempuan dan laki-laki di segala bidang. Dapat juga diartikan seperti sesuatu hal yang merujuk kepada suatu keadaan yang harus setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.

Mengenai kesetaraan gender dan toleransi, tak luput dari kata diskriminasi yang bisa terjadi dimanapun dan kapanpun. Contoh beberapa diskriminasi yang terjadi di negara minoritas agama Islam adalah tidak ada yang ingin duduk bersebelahan dengan wanita berhijab saat berada di dalam bus, ada pula sebuah course yang tidak memperbolehkan untuk salat karena menyebabkan menurunnya minat warga asli negara itu untuk bergabung ke dalam course tersebut.

“Mengapa diskrimninasi bisa terjadi? Itu terjadi sebab sempitnya pengetahuan dan rendahnya rasa toleransi yang ada,” terang Dwi Pristiawati selaku pemateri pada kegiatan diskusi online ini.

“Kesetaraan gender itu perlu, begitu pula toleransi. Sebab kita hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Contoh dari kind of judgement misal kata-kata yang sering kita dengar bahwa perempuan itu tugasnya hanya macak, masak, manak. Padahal, banyak perempuan yang memiliki kemampuan memimpin atau bekerja yang bagus,” imbuh Dwi.

Pada negara asing, garis besar dalam mempromosikan kesetaraan gender adalah melalui edukasi atau pendidikan. Di Vietnam, banyak perempuan yang memiliki etos kerja yang tinggi, dan memiliki hak yang sama untuk bekerja di luar rumah.

Jika mendapati perlakuan judge tentang perbedaan gender atau perlakuan diskriminasi, hal yang dapat dilakukan adalah harus meningkatkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan harus memiliki pola pikir yang tumbuh agar saat dijatuhkan tidak pasrah justru bangkit, dan yang terpenting adalah kemampuan berkomunikasi.

“Jadi setiap individu harus terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan agar tidak mudah jatuh saat melalui hal itu.” tutup Dwi dalam diskusi. (Kabar/Dyah Ayu Srilinangkung)