![]() |
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) adalah salah satu bentuk mahasiswa untuk mencurahkan minat dan bakat mereka selain di lingkup akademik. UKM berperan mengembangkan diri mahasiswa, seperti menambah wawasan, melatih leadership, menambah relasi, dan meningkatkan kemampuan berorganisasi. UKM ialah salah satu contoh lembaga kemahasiswaan legal memiliki azas edukatif dan nilai-nilai sosial yang tentunya berperan dalam membangun iklim kampus yang positif. Di dalamnya, terdapat berbagai kegiatan yang tak hanya berupa pengetahuan, tetapi juga keterampilan.
Mengikuti UKM adalah investasi dan
pengembangan diri jangka panjang bagi diri para mahasiswa.
Kuliah-rapat-kuliah-rapat tentunya bukan menjadi masalah bagi mereka yang
memang memiliki waktu dan tenaga yang cukup. Walaupun digadang-gadang sudah
tidak memiliki makna dan manfaat yang menguntungkan, tapi UKM tetap memiliki kharisma
tersendiri bagi para mahasiswa. Peran UKM dalam menjaga kewarasan mahasiswa
juga tak kalah vital. Organisasi non profit ini memang berhasil menyibukkan
mahasiswa dengan berbagai kegiatan. Namun, terlepas dari itu, hal inilah yang kadang
dicari oleh para mahasiswa. Sibuk, tapi setidaknya tidak melulu duduk dan
belajar mata kuliah.
Oleh karena itu, penghapusan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) tingkat fakultas menimbulkan pro dan kontra di kalangan
mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Turunnya Keputusan Rektor Nomor 2212 Tahun
2024 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan UIN Walisongo Semarang yang ditetapkan
pada tanggal 22 Desember 2024 membuat beberapa UKM Fakultas kehilangan
posisinya. Pengalihan UKM menjadi Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) nampaknya
malah melahirkan masalah baru, karena ada beberapa UKM Fakultas yang tidak bisa
berubah statusnya menjadi KSM.
Hal ini dikarenakan ada frasa dalam
Keputusan Rektor yang membahas tentang hal tersebut. Lebih tepatnya, pada Bab X
Pasal 43 tentang Status KSM Fakultas, yang berbunyi, “KSM merujuk pada forum
mahasiswa yang berfokus pada pengembangan bidang keilmuan dan profesi
mahasiswa.” Berdasarkan hal tersebut, tentu saja UKM yang menaungi minat dan
bakat seperti olahraga, seni musik, teater, kerohanian, hingga jurnalistik ikut
tergusur secara tidak langsung. Dalam hal ini, meliputi sembilan LPM tingkat
fakultas se-UIN Walisongo Semarang.
Sebagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM),
lembaga ini memiliki tugas untuk mengedukasi, mengangkat isu-isu penting,
menyuarakan kritik, menawarkan solusi kreatif, kontrol sosial, hingga menjaga
idealisme di kalangan mahasiswa. Pers mahasiswa sudah seyogyanya tidak hanya
sekedar menjadi media pemberitaan, melainkan juga memainkan peran inspiratif
dan sebagai wadah untuk membangkitkan kesadaran intelektual, dimana hal ini
kemudian mendorong pembaca untuk berpikir lebih kritis dan visioner. Berkenaan
dengan tidak jelasnya status UKM di tingkat fakultas, sudah seharusnya LPM
menyuarakan ke publik bahwa UKM Fakultas kini serasa dilucuti―selain standing position yang tidak jelas, pelindung, tupoksi, ranah
kerja, anggaran, dan struktur kepengurusan pun menjadi carut-marut.
Ada total lima audiensi yang dilakukan
mulai awal Februari, baik dengan jajaran fakultas, Wakil Rektor (WR) III, Dewan
Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA), maupun dengan sesama LPM. Dari
kelima audiensi tersebut, belum ada keputusan yang memuaskan kedua belah pihak,
khususnya antara LPM se-UIN Walisongo dan jajaran birokrasi. Banyak sekali
simpang siur tentang status UKM LPM Fakultas. Terkait audiensi pertama yang
dilaksanakan pada Rabu, 5 Februari 2025, SEMA-F dan DEMA-F sempat mengusulkan untuk
UKM Fakultas yang masih ingin berada di fakultas bisa beralih menjadi Lembaga
Semi Otonom (LSO) yang bergerak di bawah Kementerian dalam Negeri (Kemendagri)
DEMA-F.
Usulan ini jelas-jelas ditolak oleh LPM
se-UIN Walisongo. Bagaimana bisa lembaga yang tugasnya memberikan saran dan
kritik berada di bawah perintah lembaga lain yang dikenai saran dan kritik? Apakah ini tanda kita kembali ke orde baru di mana pers dikekang dan dibungkam? Hal
ini menunjukkan bahwa SEMA-F dan DEMA-F tidak mengindahkan kemalangan yang
sedang menimpa UKM Fakultas, khususnya LPM. Hasil audiensi kedua dan keempat pada
Kamis, 13 Februari 2025 dan Senin, 17 Februari 2025, terus memperlihatkan
ketidak acuhan SEMA-F dan DEMA-F terhadap LPM se-UIN Walisongo.
Pasalnya, banyak informasi yang bersengkarut
terkait posisi LPM Fakultas, tapi tidak ada tindak lanjut kedua lembaga
tersebut untuk ikut memperjuangkan hal ini. Ada statement yang
menjelaskan bahwa LPM Fakultas tidak dihapus, LPM Fakultas digabung dengan
Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat tingkat universitas, LPM Fakultas tidak
digabung dengan SKM Amanat, hingga kabar LPM Fakultas menjadi KSM. Namun, semua
pernyataan tersebut belum disepakati. Sehubungan dengan hal ini, keberpihakan
SEMA-F dan DEMA-F patut dipertanyakan.
Mari bergeser sedikit membahas SEMA-U dan
DEMA-U. Pada audiensi ketiga pada Ahad, 16 Februari 2025, kedua badan ini menegaskan
instruksi yang sempat diberikan kepada seluruh UKM se-UIN Walisongo (UKM-U dan
UKM-F) untuk mengumpulkan draft kinerja yang berisi laporan singkat
tentang keaktifan dan prestasi UKM, sebagai dalih, draft kinerja akan
memengaruhi turunnya dana ke depannya. Mereka berkata bahwa draft
kinerja ini sudah dikomunikasikan dengan WR III. Namun, saat audiensi terakhir
yang diselenggarakan pada Selasa, 18 Februari 2025, WR III menyanggah hal
tersebut. Menurut notulensi, WR III memang mensosialisasikan adanya akreditasi
yang berkaitan tentang prestasi UKM, tapi tidak dengan draft tersebut.
Hal ini berarti, SEMA-U dan DEMA-U memiliki kepentingan terselubung untuk memanipulasi
hal tertentu. Jika dinilai berdasarkan hal ini, maka SEMA-U, DEMA-U, SEMA-F,
dan DEMA-F sama-sama tidak menjalankan tugasnya sebagai penyalur aspirasi
mahasiswa dengan sebaik-baiknya.
Pada saat audiensi terakhir terdapat hasil
akhir berupa LPM Fakultas yang semula akan digabung bersama Amanat, dengan
Amanat menjadi Ketua Umum dan membawahi LPM-LPM Fakultas, berubah menjadi LPM
Fakultas setara posisinya dengan SKM Amanat, sehingga Badan Pengurus Harian
(Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum) tidak jelas berasal dari mana.
Akan nampak kelakar jika SKM Amanat yang ranahnya adalah mengabarkan berita di
tingkat universitas, digabung dengan LPM se-UIN Walisongo yang ranahnya meliput
area fakultas. Tupoksi masing-masing LPM akhirnya menjadi kacau.
Anggaran juga menjadi hal yang tak kalah
krusial untuk disoroti. Audiensi terakhir menyatakan bahwa anggaran yang sudah
turun akan dialihkan ke universitas. Masalahnya, sejak 25 Desember 2024, pihak
fakultas telah mengutarakan bahwa anggaran untuk seluruh UKM Fakultas sudah cair
dan dipegang oleh fakultas. Padahal saat itu, kebanyakan Ormawa sedang dalam
masa reorganisasi atau pergantian kepemimpinan. Dalam artian, belum ada pengurus
baru yang menjabat. Jika dana memang sudah turun, bukankah dana tersebut diajukan
atas nama kepengurusan periode sebelumnya? Apakah dana ini kemudian bisa
tiba-tiba berubah kepemilikan hanya karena UKM Fakultas berubah menjadi anak
UKM Universitas?
Penolakan dihapuskannya UKM Fakultas ini
bukan karena sikap reaktif semata, bukan pula terjebak dalam romantisme masa
lalu, apalagi mementingkan status quo. UKM Fakultas hanya membutuhkan waktu
untuk melebarkan sayapnya. Jika memang realitanya hanya ada segelintir UKM
Fakultas yang mati suri, maka tidak sepatutnya yang sudah berjalan dengan baik
seperti halnya LPM Fakultas ikut terkena imbasnya. Jika alasan penghapusannya
adalah karena kegiatan yang tidak berfaedah, maka seharusnya birokrasi merasa
malu, karena pelaksanaan agenda-agenda besar seperti sholawatan pun tak luput
dari bantuan UKM Fakultas dalam menyukseskannya. Transparansi selalu
dikampanyekan oleh birokrasi, tetapi saat ada perubahan yang menuntut
efisiensi, mereka justru menutup diri dengan dalih administratif.
Sudah ada beberapa LPM yang mengajukan untuk
berubah menjadi KSM, tapi penolakan terus dilakukan oleh fakultas. Pun jika
diperbolehkan, dananya tidak akan ada. Opsi LSO sudah pasti dicoret. Berganti
menjadi UKM Universitas sama sekali belum jelas apa-apanya. Apabila berbagai
pilihan status intra kampus memang aneh dan tidak menguntungkan, tidak ada
salahnya beralih menjadi Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (Ormek). Biarpun
tetap ada hal ihwal selanjutnya yang menanti untuk diurus, penulis merasa hal
ini tidak menjadi masalah yang berarti jika dilakukan dengan kolaborasi yang
kuat. Mari kesampingkan masalah dana, karena hal itu sudah menjadi masalah
turun-temurun yang pada akhirnya juga dapat diatasi. Mencari pelindung? Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Semarang agaknya bisa menjadi opsi.
Salah satu keuntungan menggiurkan menjadi
Ormek adalah boleh beraktivitas di lingkungan internal kampus. Walaupun Kemenag
tidak secara eksplisit mengatur keberadaan Ormek di lingkungan kampus,
Kemenristekdikti melalui Peraturan Menteri Nomor 55 Tahun 2018 tentang
Pembinaan Ideologi Bangsa di Perguruan tinggi memberikan landasan hukum bagi
Ormek untuk beraktivitas di dalam kampus dengan tujuan tertentu. Selain itu,
Ormek tidak terikat dengan sistem dan struktur internal kampus sama sekali. Ormek
menjadi wadah yang cocok bagi mahasiswa yang mana wadah tersebut tidak
disediakan sepenuhnya oleh universitas. Relasi dan independensi juga lebih
diutamakan oleh Ormek. Oleh karena itu, Ormek sepertinya dapat menjadi pilihan
yang tepat soal berkisarnya status LPM se-UIN Walisongo.
Penulis : Tim Redaksi Frekuensi
0 Komentar