Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Semarang bukan sekadar ritual keagamaan tahunan, melainkan sebuah manifestasi kompleks dari sejarah panjang interaksi antara nilai-nilai Islam, kearifan lokal Jawa, dan dinamika sosial budaya masyarakat pesisir utara Jawa Tengah. Tradisi ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, tidak hanya menjadi ungkapan cinta dan penghormatan kepada Rasulullah, tetapi juga berfungsi sebagai perekat sosial, wahana ekspresi budaya, dan cerminan identitas komunal masyarakat Semarang.
Akar historis tradisi Maulid di Jawa, termasuk di Semarang, diperkirakan kuat terkait dengan penyebaran Islam di Nusantara. Para Wali Songo, tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Jawa, menggunakan berbagai cara yang akomodatif terhadap budaya lokal dalam menyampaikan ajaran Islam. Menurut Woodward (1998), perayaan Maulid menjadi salah satu media yang efektif untuk mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW dan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Adaptasi unsur-unsur lokal dalam perayaan ini, seperti penggunaan Bahasa Jawa dalam pembacaan syair-syair maulid dan integrasi kesenian tradisional, menunjukkan strategi dakwah yang bijaksana dan inklusif.
Kekhasan tradisi Maulid di Semarang tercermin dalam berbagai praktik yang mungkin berbeda dengan daerah
lain. Salah satunya adalah tradisi “Sekaten” yang meskipun lebih identik
dengan Yogyakarta dan Surakarta, memiliki resonansi dan adaptasi lokal di
Semarang, terutama dalam konteks pasar malam dan keramaian yang menyertai
peringatan maulid di beberapa tempat. Menurut Suparlan (2002), pasar malam ini
tidak hanya menjadi ajang hiburan dan perniagaan, tetapi juga ruang interaksi
sosial dan pelestarian beberapa kesenian rakyat.
Tradisi “Sebaran
Apem” memiliki makna simbolik yang mendalam. Bentuk bundar dan cita rasa
yang bersahaja dari kue apem dalam tradisi maulid seringkali dimaknai sebagai
representasi simbolis dari kehidupan yang sederhana dan semangat persatuan di
antara umat Islam. Tindakan menyebarkan atau membagikan apem secara gratis
melambangkan kedermawanan dan berbagi rezeki, nilai-nilai luhur yang diajarkan
dalam Islam. Menurut Geertz (1960), lebih dari sekadar makanan, apem dalam
konteks Maulid di Semarang menjadi medium komunikasi sosial dan spiritual,
mempererat hubungan antarwarga dan mengingatkan akan pentingnya berbagi dengan
sesama.
Selain itu, pembacaan
Maulid Diba’ dan Simthud Duror merupakan inti dari perayaan
Maulid di masjid-masjid, mushola, dan majelis taklim di Semarang. Pembacaan
syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW dengan irama yang syahdu mampu
mewujudkan suasana sakral dan membangkitkan rasa penghormatan yang mendalam.
Menurut Bruinessen (1995), tradisi berjanjen, dimana syair-syair Maulid
dilantunkan secara bergantian oleh sekelompok orang, juga menjadi praktik yang
umum dijumpai. Kegiatan ini tidak hanya sebagai ekspresi keagamaan, tetapi juga
sebagai sarana pendidikan informal tentang sejarah dan keutamaan Nabi Muhammad
SAW.
Pengajian akbar
yang menghadirkan tokoh-tokoh ulama terkemuka juga menjadi daya tarik utama
perayaan Maulid di Semarang. Ceramah-ceramah agama ini tidak hanya memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam dan sirah nabawiyah (sejarah
hidup Nabi Muhammad SAW), tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat ukhuwah
Islamiyah. Pengajian akbar dalam perayaan Maulid berperan memperkukuh
persaudaraan Muslim dan memberikan pencerahan Rohani, serta dengan tingginya
partisipasi jamaah, mencerminkan betapa pentingnya momen ini secara keagamaan
dan sosial bagi masyarakat Semarang.
Referensi:
Bruinessen, M. van. (1995). Tarekat dan politik: Syaikh Ma’ruf
di Palembang (1892-1967). Mizan.
Geertz, C. (1960). The religion of Java. Free Press.
Suparlan, P. (2002). Pasar Malam Perayaan Sekaten di Yogyakarta:
Studi tentang Perubahan Sosial dan Budaya. Jurnal Antropologi Indonesia,
26(3), 237-252.
Woodward, M. R. (1989). Islam in Java: Normative piety and
mysticism in the Sultanate of Yogyakarta. Universitas of Arizona Press.
Setiyaningsih, S. I., & Muthohar, A. (2023). Bodo Mulud Traditional Unique Celebration for The Muslim Community of Demak. EJEDL (Emergent: Journal of Educational Discoveries and Lifelong Learning), 4(5), 77-89. Academia Science
Penulis : Devita Mutiara Putri
Editor : Dian Nur Hanifah
0 Komentar