Semarang, KABARFREKUENSI.COM - Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, hiduplah seorang anak bernama Zea. Sejak kecil, ia sering bermain di antara pepohonan rindang, mendengarkan burung berkicau, dan merasakan sejuknya udara pagi yang berembun. Hutan adalah rumah keduanya, tempat ia menemukan kedamaian dan kebebasan.
Namun, seiring waktu, hutan
mulai berubah. Pohon-pohon besar ditebang, tanah menjadi gersang, dan sungai
yang dulu jernih kini penuh sampah. Burung-burung yang menemaninya pergi, dan
udara tak lagi segar seperti dulu.
Suatu sore, saat berjalan
di pinggir hutan, ia melihat seorang kakek tua yang sedang menanam bibit pohon
di lahan yang gundul. Zea menghampirinya dan bertanya,
“Apa yang Kakek lakukan?”
“Aku menanam harapan,”
jawab si kakek sambil tersenyum.
“Dulu, hutan ini penuh kehidupan. Tapi lihatlah sekarang, hanya
tanah tandus yang tersisa. Jika kita tidak bertindak, anak cucu kita tak akan
pernah tahu bagaimana indahnya hutan ini dulu.”
Zea terdiam, kata-kata kakek itu menggugah
hatinya. Ia sadar bahwa jika keadaan ini terus dibiarkan, hutan akan
benar-benar lenyap. Sejak hari itu, ia mulai mengajak teman-temannya untuk
menanam pohon dan membersihkan sungai. Awalnya, banyak yang menertawakan
mereka. “Kalian buang-buang waktu!” kata beberapa orang dewasa.
Namun, Zea dan teman-temannya tidak menyerah. Mereka terus menanam
pohon setiap minggu, membawa kantong sampah untuk membersihkan sungai, dan
bahkan membuat papan peringatan agar orang-orang tidak membuang sampah
sembarangan. Perlahan, usaha mereka mulai menarik perhatian. Beberapa orang tua
yang awalnya tidak peduli mulai membantu.
Tahun demi tahun berlalu, dan perubahan pun terlihat. Pohon-pohon
yang mereka tanam mulai tumbuh tinggi, burung-burung kembali, dan sungai yang
dulu keruh kini jernih kembali.
Hutan yang sempat sunyi
kini berbisik lagi dengan suara angin di antara dedaunan, kicauan burung, dan
suara gemericik air.
Suatu hari, Zea melihat kakek tua itu lagi, kini duduk di bawah
pohon yang rindang. “Lihatlah
sekelilingmu,” kata si kakek sambil tersenyum, “kalian telah mengembalikan
kehidupan ke hutan ini.”
Zea tersenyum bangga. Ia
belajar bahwa sekecil apa pun tindakan seseorang, jika dilakukan dengan tekad
dan bersama-sama, bisa membawa perubahan besar.
Karya: Rakhmatika Dewi (Kru Magang LPM Frekuensi 24)
Editor: Santi Alfifat Khurosyidah (Kru LPM Frekuensi 23)

0 Komentar