Foto/ Adila

SEMARANG, KABARFREKUENSI.COM- Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Kabinet Sinergi Karya mengadakan serangkaian acara Purnabakti bertajuk "Tadarus Kebangsaan", sebagai acara penutup di akhir kepengurusannya. Acara ini berlangsung selama tiga hari, mulai hari Senin hingga Rabu (10-12/12) di Auditorium II Kampus III UIN Walisongo. Serangkaian acara ini dibagi menjadi lima bagian, salah satunya Bedah Buku di hari kedua (11/12) yang turut menghadirkan beberapa narasumber seperti Abu Hapsin, Muhsin Jamil, dan Umar Said Burhanuddin.
Bedah buku Islam Yes, Khilafah No karya Nadirsyah Hosen dengan tema "Dinasti Abbasiyah, Tragedi dan Munculnya Khawarij Zaman Now" diangkat pada acara ini. Kini kekhilafahan menjadi isu penting, sehingga perlu adanya diskusi untuk mengajak mahasiswa menangani isu tersebut.
"Kita paham bahwa itu merupakan suatu paham yang berpotensi merusak keberagaman kita di Indonesia. Sehingga khilafah ini patut mendapat porsi khusus untuk kita diskusikan," jelas Fahmi, Presiden Dema UIN Walisongo.
Buku ini dipilih karena memiliki bahasa yang ringan sehingga dapat mengajak para mahasiswa untuk membaca buku yang membahas suatu permasalahan yang cukup berat. Selain itu, penulis termasuk tokoh intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) yang mendukung keberagaman, dan juga memiliki banyak pengalaman di luar negeri, sehingga sering menjadi rujukan terutama di media sosial.
Melalui acara ini, Dema ingin UIN Walisongo yang memiliki visi sebagai kampus kemanusiaan dan peradaban mendiskusikan kekhilafahan di Indonesia khususnya Jawa Tengah, karena Jawa Tengah dinilai kental dengan toleransi. Sehingga para mahasiswa dapat memandang pemahaman toleransi. Mahasiswa juga diajak untuk menolak adanya kekhilafahan baik secara langsung maupun lewat media sosial. Selain itu, pihaknya juga mengharapkan para dosen menumbuhkan pemahaman toleransi lewat kegiatan-kegiatan akademik, karena pemahaman tersebut tidak hanya ditakar melalui perilaku sosial melainkan juga lewat kegiatan akademik.
"Pemahaman toleransi sangat penting untuk dibahas. Karena jangan-jangan kita merasa sudah santai ternyata mahasiswanya bermasalah, melalui forum ini akhirnya orang bisa melihat tolok ukur pemahaman toleransi tersebut," pungkas Fahmi. (Kabar/ Adila)